Rabu, 20 Juni 2012
Jangan Bersedih
Selasa, 19 Juni 2012
Ketika Wanita Menangis
Minggu, 08 Mei 2011
Saudariku… Kuingin Meraih Surga Bersamamu
Selasa, 13 Oktober 2009
HANCURNYA DUNIA SEMAKIN DEKAT
Artikel berikut adalah tulisan berseri dengan judul "Prediksi Kiamat 21-12-2012, Benarkah?". Artikel tersebut kami bagi menjadi dua seri. Harap sabar menanti. Semoga bermanfaat.
Keimanan terhadap hari kiamat adalah di antara pokok ajaran Islam bahkan termasuk dari rukun Iman. Keimanan seseorang barulah sempurna jika dia meyakini adanya hari kiamat.
Kiamat Pasti Terjadi
Allah Ta’ala berfirman,
لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آَمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi.” (QS. Al Baqarah: 177)
Al Qur’an juga telah menjelaskan bahwa hari kiamat benar-benar akan terjadi. Allah Ta’ala berfirman,
يُدَبِّرُ الْأَمْرَ يُفَصِّلُ الْآَيَاتِ لَعَلَّكُمْ بِلِقَاءِ رَبِّكُمْ تُوقِنُونَ
“Allah mengatur urusan (makhluk-Nya), menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya), supaya kamu meyakini pertemuan (mu) dengan Rabbmu.” (QS. Ar Ra’du: 2)
Kadang pula kepastian datangnya kiamat menggunakan ayat-ayat semacam,
إِنَّ السَّاعَةَ آتِيَةٌ
“Sesungguhnya hari kiamat itu akan datang.” (QS. Thahaa: 15)
وَإِنَّ السَّاعَةَ لآتِيَةٌ فَاصْفَحِ الصَّفْحَ الْجَمِيلَ
“Dan sesungguhnya saat (kiamat) itu pasti akan datang, maka maafkanlah (mereka) dengan cara yang baik.” (QS. Al Hijr: 85)
فَإِنَّ أَجَلَ اللَّهِ لآتٍ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
“Maka sesungguhnya waktu (yang dijanjikan) Allah itu, pasti datang. Dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al ‘Ankabut: 5)
إِنَّ السَّاعَةَ لآتِيَةٌ لا رَيْبَ فِيهَا وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لا يُؤْمِنُونَ
“Sesungguhnya hari kiamat pasti akan datang, tidak ada keraguan tentangnya, akan tetapi kebanyakan manusia tiada beriman.” (QS. Ghafir: 59)
Hancurnya Dunia Semakin Dekat
Allah Ta’ala telah menyebutkan dalam Al Qur’an Al Karim bahwa kiamat sudahlah dekat dan di antara tanda kiamat pun sudah muncul. Di antaranya adalah terbelahnya bulan di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah Ta’ala berfirman,
اقْتَرَبَتِ السَّاعَةُ وَانْشَقَّ الْقَمَرُ
“Telah dekat (datangnya) kiamat dan telah terbelah bulan.” (QS. Al Qamar: 1)
Terdapat hadits yang juga menyebutkan hal ini, sebagaimana yang disebutkan dalam shohih Bukhari.
Dari Ibnu Mas’ud, beliau berkata,
انْشَقَّ الْقَمَرُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - فِرْقَتَيْنِ ، فِرْقَةً فَوْقَ الْجَبَلِ وَفِرْقَةً دُونَهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - « اشْهَدُوا »
“Bulan terbelah menjadi dua bagian pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Satu belahan terdapat di atas gunung dan belahan lainnya berada di bawah gunung. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ’Saksikanlah’.” [1]
Berita ini juga dikeluarkan oleh At Tirmidzi dari sahabat Anas, beliau berkata,
سَأَلَ أَهْلُ مَكَّةَ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- آيَةً فَانْشَقَّ الْقَمَرُ بِمَكَّةَ مَرَّتَيْنِ فَنَزَلَتِ (اقْتَرَبَتِ السَّاعَةُ وَانْشَقَّ الْقَمَرُ) إِلَى قَوْلِهِ (سِحْرٌ مُسْتَمِرٌّ)
“Penduduk Makkah meminta kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam suatu bukti. Akhirnya bulan terbelah di Makkah menjadi dua bagian, lalu turunlah ayat : ‘Telah dekat datangnya hari kiamat dan telah terbelah bulan. Dan jika mereka (orang-orang musyrikin) melihat suatu tanda (mu'jizat), mereka berpaling dan berkata: "(Ini adalah) sihir yang terus menerus".[2]’[3] ”
Hadits terbelahnya bulan telah diriwayatkan oleh sekelompok sahabat di antaranya: Abdullah bin ‘Umar, Hudzaifah, Jubair bin Muth’im, Ibnu ‘Abbas, Anas bin Malik, dan juga diriwayatkan oleh seluruh ahli tafsir. Namun, sebagian orang merasa ragu tentang hal ini dan menyatakan bahwa terbelahnya bulan itu terjadi pada hari kiamat nanti sebagaimana hal ini diriwayatkan oleh ‘Utsman bin ‘Atho’ dari ayahnya, dll. Namun, perkataan semacam ini adalah perkataan yang syadz (yang menyelisihi pendapat yang lebih kuat) dan pendapat ini tidak bisa menggantikan kesepakatan yang telah ada. Alasannya adalah kata ‘terbelah’ (pada ayat di atas) adalah kata kerja bentuk lampau (dan berarti sudah terjadi). Sedangkan menyatakan bahwa kata kerja lampau ini berarti akan datang membutuhkan dalil, namun hal ini tidak diperoleh. –Inilah perkataan Ibnul Jauzi dalam Zaadul Masiir-.[4]
Begitu pula diutusnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah di antara tanda semakin dekatnya kiamat. Karena dalam sebuah hadits beliau sendiri mengatakan bahwa jarak antara pengutusan beliau dan datangnya kiamat adalah bagaikan dua jari yaitu jari tengah dan telunjuk.[5]
Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Diutusnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah di antara tanda-tanda kiamat. Tatkala Jibril ‘alaihis salam melewati penduduk langit untuk diutus kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, penduduk langit pun mengatakan, “Allahu Akbar, sebentar lagi akan kiamat.”.”[6]
Begitu pula ada tanda-tanda yang akan terus menerus muncul dan bukan hanya sekali. Semacam ada orang-orang yang mengaku sebagai Nabi. Sebagaimana hal ini sudah muncul di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu Musailamah Al Kadz-dzab yang mengaku sebagai Nabi. Begitu pula ajaran Ahmadiyah dari India, ajaran seorang wanita yang bernama Lia Aminudin yang mengaku sebagai penyampai wahyu yang diberikan kepada anaknya yang diangkat sebagai Nabi dan akhir-akhir ini muncul pula aliran yang bernama Al Qiyadah Al Islamiyah yang juga mempunyai rasul yang baru muncul tahun 2000.
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يُبْعَثَ دَجَّالُونَ كَذَّابُونَ قَرِيبٌ مِنْ ثَلاَثِينَ كُلُّهُمْ يَزْعُمُ أَنَّهُ رَسُولُ اللَّهِ
“Kiamat tidak akan terjadi sampai muncul dajjal-dajjal pendusta yang berjumlah sekitar 30 orang. Semuanya mengklaim bahwa dirinya adalah Rasulullah.”[7]
Begitu pula banyaknya wanita yang berpakaian namun hakekatnya telanjang karena pakaiannya yang tipis dan ketat, itu juga merupakan tanda semakin dekatnya kiamat. Inilah tanda dekatnya kiamat yang banyak muncul di zaman kita ini.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلاَتٌ مَائِلاَتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا
“Ada dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah aku lihat: [1] Suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi untuk memukul manusia dan [2] para wanita yang berpakaian tapi telanjang, berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, walaupun baunya tercium selama perjalanan sekian dan sekian.”[8]
Begitu pula halnya dengan merebaknya perzinaan dan pornografi yang nampak saat ini, itu juga merupakan tanda semakin dekat hancurnya dunia. Dari Anas bin Malik, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مِنْ أَشْرَاطِ السَّاعَةِ أَنْ يَقِلَّ الْعِلْمُ ، وَيَظْهَرَ الْجَهْلُ ، وَيَظْهَرَ الزِّنَا ، وَتَكْثُرَ النِّسَاءُ وَيَقِلَّ الرِّجَالُ ، حَتَّى يَكُونَ لِخَمْسِينَ امْرَأَةً الْقَيِّمُ الْوَاحِدُ
“Di antara tanda-tanda hari kiamat adalah: sedikitnya ilmu dan tersebarnya kebodohan, merebaknya perzinaan, wanita akan semakin banyak dan pria akan semakin sedikit, sampai-sampai salah seorang pria bisa mengurus (menikahi) 50 wanita (karena kejahilan orang itu terhadap ilmu agama).”[9]
Kenapa Kiamat Belum Juga Terjadi?
Mungkin ada yang menanyakan, “Bagaimana bisa dikatakan bahwa kiamat itu dekat sedangkan sudah seribu tahun lebih sejak Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus, kiamat pun belum terjadi?” Ingatlah bahwa dikatakan dekat berdasarkan ilmu dan ketentuan Allah, walaupun manusia menganggapnya amatlah jauh.
إِنَّهُمْ يَرَوْنَهُ بَعِيدًا, وَنَرَاهُ قَرِيبًا
“Sesungguhnya mereka memandang siksaan itu jauh (mustahil). Sedangkan kami memandangnya dekat (pasti terjadi).” (QS. Al Ma’arij: 6-7)
Kiamat bisa dikatakan dekat karena dilihat dari lamanya kehidupan sebelum umat Muhammad itu ada. Kita ambil contoh, misalnya kita anggap umur dunia ini ada adalah 50 tahun lamanya. Dan dari lima puluh tahun tersebut, dunia ini sudah berjalan selama 45 tahun. Berarti tersisa lima tahun. Lima tahun ini jika kita bandingkan dengan waktu-waktu sebelumnya (yang 45 tahun tadi) adalah waktu yang amat sedikit.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menjelaskan demikian. Beliau bersabda,
إِنَّمَا أَجَلُكُمْ فِى أَجَلِ مَنْ خَلاَ مِنَ الأُمَمِ مَا بَيْنَ صَلاَةِ الْعَصْرِ إِلَى مَغْرِبِ الشَّمْسِ
“Sesungguhnya ajal kalian –umat Islam- (dengan datangnya hari kiamat, pen) jika dibandingkan dengan waktu yang ditempuh oleh umat-umat sebelum kalian adalah bagaikan jarak antara shalat ‘Ashar dan waktu maghrib -saat tenggelamnya matahari-.”[10]
Umat Islam dalam hadits ini dimisalkan muncul pada waktu ‘Ashar. Sedangkan masa umat-umat sebelum Islam –mulai dari Nabi Adam, nabi pertama- hingga diutusnya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah rentan waktu antara waktu Shubuh dan ‘Ashar. Adapun rentan waktu umat Muhammad ada hingga datangnya hari kiamat adalah rentan waktu antara ‘Ashar dan Maghrib. Jadi, jika rentan waktu munculnya awal kehidupan di dunia ini hingga datangnya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dibandingan dengan masa hidup umat Islam hingga hari kiamat, itu adalah perbandingan yang amat jauh. Sehingga masa umat Islam itu ada hingga hari kiamat datang amatlah dekat.
Dalam hadits lainnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengisyaratkan jarak waktu umat ini dengan hari kiamat dengan sabda beliau,
بُعِثْتُ أَنَا وَالسَّاعَةَ كَهَاتَيْنِ
“Jarak antara aku diutus dengan datangnya hari kiamat adalah bagaikan dua jari ini.” Beliau pun berisyarat dengan jari tengah dan jari telunjuknya.[11] Gambarannya, jari tengah itu adalah umur kehidupan di dunia ini hingga hari kiamat. Sedangkan jari telunjuk adalah lamanya waktu mulai dunia ini ada hingga pengutusan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Adapun jarak pengutusan Nabi kita dengan hari kiamat adalah selisih antara jari tengah dan jari telunjuk. Bandingkanlah umur dunia ini hingga Nabi kita diutus dengan masa setelah Nabi diutus hingga hari kiamat! Jika kita bandingkan, waktu terjadinya kiamat itu sangatlah dekat dengan umat Muhammad.
Manusia mungkin merasakan kiamat itu masih sangat lama. Namun itulah pemikiran dan pandangan manusia yang dangkal. Rabb kita dan Rasul-Nya menganggap bahwa kiamat itu begitu dekat.
أَتَى أَمْرُ اللَّهِ فَلا تَسْتَعْجِلُوهُ
“Telah pasti datangnya ketetapan Allah maka janganlah kamu meminta agar disegerakan (datang) nya.” (QS. An Nahl: 1)
وَمَا أَمْرُ السَّاعَةِ إِلا كَلَمْحِ الْبَصَرِ
“Tidak adalah kejadian kiamat itu, melainkan seperti sekejap mata atau lebih cepat (lagi).” (QS. An Nahl: 77)
-bersambung insya Allah-
Silakan download artikel terkait "Prediksi Kiamat 21-12-2012, Benarkah?" di sini.
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel http://rumaysho.com
[1] HR. Bukhari no. 4864
[2] QS. Al Qamar: 1-2
[3] HR. Tirmidzi no. 3286. Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shohih. Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho’if Sunan At Tirmidzi mengomentari bahwa hadits ini shohih. Riwayat ini juga dibawakan oleh Jalaluddin As Suyuthi dalam Asbabun Nuzul, hal. 184, Darul Ibnu Haitsam.
[4] Lihat tafsir surat Al Qomar ayat 1 di Zaadul Masiir, 5/449, Maktabah Syamilah
[5] Lihat hadits yang dimaksud pada penjelasan selanjutnya.
[6] Ma’alimut Tanzil, Al Husain bin Mas’ud Al Baghowiy, 4/8, Daar Thoyyibah, cetakan keempat, 1417 H
[7] HR. Bukhari no. 3609 dan Muslim no. 157
[8] HR. Muslim no. 2128
[9] HR. Bukhari no. 81
[10] HR. Bukhari no. 3459, dari Ibnu ‘Umar
[11] HR. Bukhari no. 6504 dan Muslim no. 2951, dari Anas bin Malik.
Senin, 12 Oktober 2009
Sebaliknya … Siksa Neraka Begitu Dahsyat
Juli 5, 2009 at 4:29 am | In Hari Akhir | 7 CommentsTags: neraka
Saudaraku … kebalikan dari berbagai kenikmatan di SURGA, sebagian makhluk malah menuju neraka yang teramat panas. Dan Allah subhanahu wa ta’ala telah memperingatkan kepada kita tentang neraka dalam kitab-Nya dan melalui lisan Rasul-Nya. Allah telah menggambarkan kepada kita tentang berbagai bentuk siksaan yang terdapat di dalamnya dengan penggambaran yang mampu membuat hati dan jantung ini serasa terbelah-belah. Maka perhatikanlah baik-baik terhadap apa yang datang dalam Al Qur’an dan As Sunnah tentang berbagai bentuk adzab (siksaan) di dalamnya.
Di antara siksaan-siksaan bagi penduduk neraka adalah :
[1]. Kulit mereka diganti dengan yang baru, sebagaimana Allah berfirman yang artinya, “Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain, supaya mereka merasakan adzab.” (An Nisa’ : 56).
[2]. Bara apinya membakar sampai ke hati, sebagaimana Allah berfirman yang artinya, “(Yaitu) api (yang disediakan) Alloh yang dinyalakan, yang (membakar) sampai ke hati.” (Al Humazah : 6-7).
[3]. Mereka diseret ke neraka di atas wajah mereka, sebagaimana dalam firman-Nya yang artinya, “(Ingatlah) pada hari mereka diseret ke neraka atas muka mereka.” (Al Qomar : 48).
[4]. Minuman mereka seperti besi yang mendidih, sebagaimana Allah berfirman yang artinya, “Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.” (Al Kahfi : 29).
[5]. Tubuh mereka membesar, sebagaimana sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam yang artinya, “Gigi taring orang kafir besarnya seperti gunung uhud dan tebal kulit mereka seukuran tiga perjalanan.” (Shohihul Jaami’)
Begitu syadiid (keras) siksaan ini, lalu siksaan apa yang paling ringan bagi penghuni neraka? Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya,
“Sesungguhnya penduduk neraka yang paling ringan siksanya ialah orang yang mengenakan dua sandal dari neraka lalu mendidih otaknya karena sangat mencekam panas dua sandalnya.” (HR. Muslim).
Wahai saudaraku … tidakkah kalian takut dengan siksa yang pedih dan dahsyat ini ??!
Sebab-Sebab Masuk Neraka
Perlu diketahui bahwa terdapat dua jenis sebab yang menyebabkan seseorang masuk neraka -semoga Alloh menyelamatkan kita darinya-.
Jenis pertama adalah sebab-sebab yang menyebabkan pelakunya tidak lagi beriman, menjadikannya kafir, sekaligus membuatnya kekal di neraka.
Di antara sebab-sebab jenis pertama ini adalah :
Pertama, melakukan syirik akbar (besar), seperti bernadzar dan menyembelih kepada selain Allah.
Kedua, kufur kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-Nya, hari akhir, serta qodho dan qodhar dengan cara mendustakan, menentang, ataupun meragukannya.
Ketiga, mengingkari kewajiban salah satu rukun Islam yang lima.
Keempat, mengolok-olok dan mencaci Allah, agama-Nya, atau Rasul-Nya.
Kelima, berhukum dengan selain hukum Allah dengan keyakinan hukum tersebut lebih benar dan lebih bermanfaat, atau setara dengan hukum Allah, atau meyakini bolehnya hal tersebut.
Keenam, kemunafikan yaitu menyembunyikan kekafiran dalam hatinya, akan tetapi dia menampakkan diri seolah-olah seorang muslim.
Jenis kedua adalah sebab yang menyebabkan pelakunya berhak masuk neraka, namun tidak kekal di dalamnya.
Di antaranya ialah : durhaka pada kedua orang tua, memutuskan silaturahmi, memakan riba, memakan harta anak yatim, bersaksi palsu, dan sumpah palsu.
Ya Allah, selamatkanlah kami dari neraka, lindungilah kami dari negeri yang penuh kehinaan dan kerusakan, dan tempatkanlah kami di negeri
orang yang berbakti dan bertakwa.
***
Al Faqir Ilallah: Muhammad Abduh Tuasikal
12 Rajab 1430 H
Minggu, 11 Oktober 2009
ADAKAH PACARAN YANG ISLAMI.....???????
Cinta kepada lain jenis merupakan hal yang fitrah bagi manusia. Karena sebab cintalah, keberlangsungan hidup manusia bisa terjaga. Oleh sebab itu, Allah Ta’ala menjadikan wanita sebagai perhiasan dunia dan kenikmatan bagi penghuni surga.
Cinta kepada lain jenis merupakan hal yang fitrah bagi manusia. Karena sebab cintalah, keberlangsungan hidup manusia bisa terjaga. Oleh sebab itu, Allah Ta’ala menjadikan wanita sebagai perhiasan dunia dan kenikmatan bagi penghuni surga. Islam sebagai agama yang sempurna juga telah mengatur bagaimana menyalurkan fitrah cinta tersebut dalam syariatnya yang rahmatan lil ‘alamin. Namun, bagaimanakah jika cinta itu disalurkan melalui cara yang tidak syar`i? Fenomena itulah yang melanda hampir sebagian besar anak muda saat ini. Penyaluran cinta ala mereka biasa disebut dengan pacaran. Berikut adalah beberapa tinjauan syari’at Islam mengenai pacaran.
Ajaran Islam Melarang Mendekati Zina
Allah Ta’ala berfirman,
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.”(QS. Al Isro’ [17] : 32)
Dalam Tafsir Jalalain dikatakan bahwa larangan dalam ayat ini lebih keras daripada perkataan ‘Janganlah melakukannya’. Artinya bahwa jika kita mendekati zina saja tidak boleh, apalagi sampai melakukan zina, jelas-jelas lebih terlarang.
Asy Syaukani dalam Fathul Qodir mengatakan, ”Apabila perantara kepada sesuatu saja dilarang, tentu saja tujuannya juga haram dilihat dari maksud pembicaraan.”
Dilihat dari perkataan Asy Syaukani ini, maka kita dapat simpulkan bahwa setiap jalan (perantara) menuju zina adalah suatu yang terlarang. Ini berarti memandang, berjabat tangan, berduaan dan bentuk perbuatan lain yang dilakukan dengan lawan jenis karena hal itu sebagai perantara kepada zina adalah suatu hal yang terlarang.
Islam Memerintahkan untuk Menundukkan Pandangan
Allah memerintahkan kaum muslimin untuk menundukkan pandangan ketika melihat lawan jenis. Allah Ta’ala berfirman,
“Katakanlah kepada laki – laki yang beriman :”Hendaklah mereka menundukkan pandangannya dan memelihara kemaluannya.” (QS. An Nuur [24] : 30 )
Dalam lanjutan ayat ini, Allah juga berfirman,
“Katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman : "Hendaklah mereka menundukkan pandangannya, dan kemaluannya” (QS. An Nuur [24] : 31)
Ibnu Katsir ketika menafsirkan ayat pertama di atas mengatakan, ”Ayat ini merupakan perintah Allah Ta’ala kepada hamba-Nya yang beriman untuk menundukkan pandangan mereka dari hal-hal yang haram. Janganlah mereka melihat kecuali pada apa yang dihalalkan bagi mereka untuk dilihat (yaitu pada istri dan mahromnya). Hendaklah mereka juga menundukkan pandangan dari hal-hal yang haram. Jika memang mereka tiba-tiba melihat sesuatu yang haram itu dengan tidak sengaja, maka hendaklah mereka memalingkan pandangannya dengan segera.”
Ketika menafsirkan ayat kedua di atas, Ibnu Katsir juga mengatakan,”Firman Allah (yang artinya) ‘katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman : hendaklah mereka menundukkan pandangan mereka’ yaitu hendaklah mereka menundukkannya dari apa yang Allah haramkan dengan melihat kepada orang lain selain suaminya. Oleh karena itu, mayoritas ulama berpendapat bahwa tidak boleh seorang wanita melihat laki-laki lain (selain suami atau mahromnya, pen) baik dengan syahwat dan tanpa syahwat. … Sebagian ulama lainnya berpendapat tentang bolehnya melihat laki-laki lain dengan tanpa syahwat.”
Lalu bagaimana jika kita tidak sengaja memandang lawan jenis?
Dari Jarir bin Abdillah, beliau mengatakan,
“Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang pandangan yang cuma selintas (tidak sengaja). Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepadaku agar aku segera memalingkan pandanganku.” (HR. Muslim no. 5770)
Faedah dari menundukkan pandangan, sebagaimana difirmankan Allah dalam surat An Nur ayat 30 (yang artinya) “yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka” yaitu dengan menundukkan pandangan akan lebih membersihkan hati dan lebih menjaga agama orang-orang yang beriman. Inilah yang dikatakan oleh Ibnu Katsir –semoga Allah merahmati beliau- ketika menafsirkan ayat ini. –Semoga kita dimudahkan oleh Allah untuk menundukkan pandangan sehingga hati dan agama kita selalu terjaga kesuciannya-
Allah Memerintahkan kepada Wanita untuk Menutup Auratnya
Allah Ta’ala berfirman,Berdasarkan tafsiran Ibnu Abbas, Ibnu Umar, dan Atho’ bin Abi Robbah bahwa yang boleh ditampakkan adalah wajah dan kedua telapak tangan. (Lihat Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah, Amr Abdul Mun’im Salim)
Agama Islam Melarang Berduaan dengan Lawan Jenis
Dari Ibnu Abbas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Jabat Tangan dengan Lawan Jenis Termasuk yang Dilarang
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu , Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Setiap anak Adam telah ditakdirkan bagian untuk berzina dan ini suatu yang pasti terjadi, tidak bisa tidak. Zina kedua mata adalah dengan melihat. Zina kedua telinga dengan mendengar. Zina lisan adalah dengan berbicara. Zina tangan adalah dengan meraba (menyentuh). Zina kaki adalah dengan melangkah. Zina hati adalah dengan menginginkan dan berangan-angan. Lalu kemaluanlah yang nanti akan membenarkan atau mengingkari yang demikian.” (HR. Muslim no. 6925)
An Nawawi –seorang ulama besar Syafi’iyyah- berkata,
”Makna hadits ini adalah bahwa anak Adam telah ditetapkan bagian untuk berzina. Di antaranya ada yang berbentuk zina secara hakiki yaitu memasukkan kemaluan kepada kemaluan yang haram. Di samping itu juga ada zina yang bentuknya simbolis (majas) yaitu dengan melihat sesuatu yang haram, mendengar hal-hal zina dan yang berkaitan dengan hasilnya; atau pula dengan menyentuh wanita ajnabiyah (wanita yang bukan istri dan bukan mahrom) dengan tangannya atau menciumnya; atau juga berjalan dengan kakinya menuju zina, memandang, menyentuh, atau berbicara yang haram dengan wanita ajnabiyah dan berbagai contoh yang semisal ini; bisa juga dengan membayangkan dalam hati. Semua ini merupakan macam zina yang simbolis (majas). Lalu kemaluan nanti yang akan membenarkan perbuatan-perbuatan tadi atau mengingkarinya. Hal ini berarti ada zina yang bentuknya hakiki yaitu zina dengan kemaluan dan ada pula yang tidak hakiki dengan tidak memasukkan kemaluan pada kemaluan, atau yang mendekati hal ini. Wallahu a’lam” (Syarh An Nawawi ‘ala Muslim)
Jika kita melihat pada hadits di atas, menyentuh lawan jenis -yang bukan istri atau mahrom- diistilahkan dengan berzina. Hal ini berarti menyentuh lawan jenis adalah perbuatan yang haram karena berdasarkan kaedah ushul “apabila sesuatu dinamakan dengan sesuatu lain yang haram, maka menunjukkan bahwa perbuatan tersebut adalah haram”. (Lihat Taysir Ilmi Ushul Fiqh, Abdullah bin Yusuf Al Juda’i)
Meninjau Fenomena Pacaran
Setelah pemaparan kami di atas, jika kita meninjau fenomena pacaran saat ini pasti ada perbuatan-perbuatan yang dilarang di atas. Kita dapat melihat bahwa bentuk pacaran bisa mendekati zina. Semula diawali dengan pandangan mata terlebih dahulu. Lalu pandangan itu mengendap di hati. Kemudian timbul hasrat untuk jalan berdua. Lalu berani berdua-duan di tempat yang sepi. Setelah itu bersentuhan dengan pasangan. Lalu dilanjutkan dengan ciuman. Akhirnya, sebagai pembuktian cinta dibuktikan dengan berzina. –Naudzu billahi min dzalik-. Lalu pintu mana lagi paling lebar dan paling dekat dengan ruang perzinaan melebihi pintu pacaran?!Mungkinkah ada pacaran Islami? Sungguh, pacaran yang dilakukan saat ini bahkan yang dilabeli dengan ’pacaran Islami’ tidak mungkin bisa terhindar dari larangan-larangan di atas. Renungkanlah hal ini!
Mustahil Ada Pacaran Islami
Salah seorang dai terkemuka pernah ditanya, ”Ngomong-ngomong, dulu bapak dengan ibu, maksudnya sebelum nikah, apa sempat berpacaran?”Dengan diplomatis, si dai menjawab,”Pacaran seperti apa dulu? Kami dulu juga berpacaran, tapi berpacaran secara Islami. Lho, gimana caranya? Kami juga sering berjalan-jalan ke tempat rekreasi, tapi tak pernah ngumpet berduaan. Kami juga gak pernah melakukan yang enggak-enggak, ciuman, pelukan, apalagi –wal ‘iyyadzubillah- berzina.
Nuansa berpikir seperti itu, tampaknya bukan hanya milik si dai. Banyak kalangan kaum muslimin yang masih berpandangan, bahwa pacaran itu sah-sah saja, asalkan tetap menjaga diri masing-masing. Ungkapan itu ibarat kalimat, “Mandi boleh, asal jangan basah.” Ungkapan yang hakikatnya tidak berwujud. Karena berpacaran itu sendiri, dalam makna apapun yang dipahami orang-orang sekarang ini, tidaklah dibenarkan dalam Islam. Kecuali kalau sekedar melakukan nazhor (melihat calon istri sebelum dinikahi, dengan didampingi mahramnya), itu dianggap sebagai pacaran. Atau setidaknya, diistilahkan demikian. Namun itu sungguh merupakan perancuan istilah. Istilah pacaran sudah kadong dipahami sebagai hubungan lebih intim antara sepasang kekasih, yang diaplikasikan dengan jalan bareng, jalan-jalan, saling berkirim surat, ber SMS ria, dan berbagai hal lain, yang jelas-jelas disisipi oleh banyak hal-hal haram, seperti pandangan haram, bayangan haram, dan banyak hal-hal lain yang bertentangan dengan syariat. Bila kemudian ada istilah pacaran yang Islami, sama halnya dengan memaksakan adanya istilah, meneggak minuman keras yang Islami. Mungkin, karena minuman keras itu di tenggal di dalam masjid. Atau zina yang Islami, judi yang Islami, dan sejenisnya. Kalaupun ada aktivitas tertentu yang halal, kemudian di labeli nama-nama perbuatan haram tersebut, jelas terlelu dipaksakan, dan sama sekali tidak bermanfaat. (Diambil dari buku Sutra Asmara, Abu Umar Basyir)
Pacaran Mempengaruhi Kecintaan pada Allah
Ibnul Qayyim menjelaskan,”Kalau orang yang sedang dilanda asmara itu disuruh memilih antara kesukaan pujaannya itu dengan kesukaan Allah, pasti ia akan memilih yang pertama. Ia pun lebih merindukan perjumpaan dengan kekasihnya itu ketimbang pertemuan dengan Allah Yang Maha Kuasa. Lebih dari itu, angan-angannya untuk selalu dekat dengan sang kekasih, lebih dari keinginannya untuk dekat dengan Allah”.
Pacaran Terbaik adalah Setelah Nikah
Islam yang sempurna telah mengatur hubungan dengan lawan jenis. Hubungan ini telah diatur dalam syariat suci yaitu pernikahan. Pernikahan yang benar dalam islam juga bukanlah yang diawali dengan pacaran, tapi dengan mengenal karakter calon pasangan tanpa melanggar syariat. Melalui pernikahan inilah akan dirasakan percintaan yang hakiki dan berbeda dengan pacaran yang cintanya hanya cinta bualan.Dari Ibnu Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Kalau belum mampu menikah, tahanlah diri dengan berpuasa. Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa yang mampu untuk menikah, maka menikahlah. Karena itu lebih akan menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa itu bagaikan kebiri.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ibnul Qayyim berkata, ”Hubungan intim tanpa pernikahan adalah haram dan merusak cinta, malah cinta di antara keduanya akan berakhir dengan sikap saling membenci dan bermusuhan, karena bila keduanya telah merasakan kelezatan dan cita rasa cinta, tidak bisa tidak akan timbul keinginan lain yang belum diperolehnya.”
Cinta sejati akan ditemui dalam pernikahan yang dilandasi oleh rasa cinta pada-Nya.
Mudah-mudahan Allah memudahkan kita semua untuk menjalankan perintah-Nya serta menjauhi larangan-Nya. Allahumma inna nas’aluka ’ilman nafi’a wa rizqon thoyyiban wa ’amalan mutaqobbbalan
***
Panggang, Gunung Kidul, 22 Muharram 1430 H
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel http://rumaysho.com